"Tulisan diatas Sajadah "


Anda tahu hidup di kota besar terkadang ada bagian diri yang merasa di abaikan, Anda bisa merasakan ada kekeringan yang susah untuk didefenisikan namun sesaat kadang rasa itu meletup keluar dan kita merasakan ketidaknyamanan dalam hidup.
Kalau Anda tidak merasa, mungkin ini hanya symptom kota besar yang hanya saya saja merasakannya. Saya menamakan itu "kekeringan Ruhiyah" sebuah keadaan yang timbul karena 99 % dari hati dan fikiran kita hanya tertuju kepada pemujaan terhadap benda dan harta. Kondisi yang timbul apabila nilai Illahiah sudah menjauh dan dia memanggil manggil dari dalam diri untuk di kembalikan.
Anda tahu…sebetulnya manusia dilahirkan adalah suci, dan setiap dari kita adalah insan yang mulia, makhluk terbaik ciptaannya. Anda pasti meng-iya-kan apabila ternyata manusia tidak selama nya baik, namun sejatinya seorang manusia tidaklah demikian. Dia menjadi jahat karena banyak faktor dan latar belakang yang menyebabkan dia berubah menjadi sedemikian, salah satu faktor terbesarnya adalah lingkungan.
Karena faktor terbesar dalam merubah pribadi dari seorang anak manusia adalah lingkungan, dan kota besar adalah lingkungan tempat saya hidup saat ini, maka saya tidak ingin pikiran dan isi otak saya menjadi berubah tidak benar hanya gara-gara saya tinggal dikota besar.
Dalam tulisan ini saya tidak sedang mencari pembenaran diri dari sebuah analisa awam bahwa lingkungan di kota besar dapat merubah isi otak seorang manusia, hanya saya mencoba berpikir dan merenungkan bahwa ternyata dari apa yang saya alami, kesibukan dan semua rutinitas di kota besar sangat berperan sekali menjauhkan manusia dari diri nya sendiri dan menjauhkan dirinya dari Pencipta nya.
Memang benar, yang jahat tetap akan jahat dimanapun dia tinggal, pencuri mungkin saja ada di dalam pesantren, namun orang berhati mulia mungkin juga saat ini sedang terpuruk didalam penjara, namun sekali lagi dari apa yang saat ini di alami, kesimpulannya didapat adalah lingkungan dapat merubah pribadi dari yang baik menjadi jahat atau sebaliknya.
Keterasingan diri saya dari diri saya sendiri dan Tuhan kadang tanpa saya sadari, lalu pemberontakkan pemberontakan kecil akan aturan Tuhan saya fikirkan dan kemudian di lakukan, sebagai seorang Muslim Tuhan akan memaklumi saya untuk tidak shalat Isya karena saya sudah capek bekerja seharian dan baru pulang setelah larut malam, demikian salah satu contohnya.
Pemberontakkan yang kemudian menjadi rutinitas adalah habit saya untuk susah bangun pagi lalu subuh saya terlewatkan. Itu pemberontakkan saya yang lainnya, dan akan banyak lagi kalau tidak saya segera hentikan.
Pemberontakkan pemberontakan itu takutnya menjadi sebuah pembenaran atas sebuah kesalahan, dan lebih menakutkan lagi menjadis ebuah awal dari pemberontakkan yang lebih besar, Naudzubillah.


Padahal kalau di pikir, apa hak saya sampai berani-berani nya memberontak kepada Dzat yang sesungguhnya tidak butuh dengan semua shalat saya itu, bukankah kewajiban shalat itu sesungguhnya adalah hak saya untuk berdialog dengan Pencipta, Sesuatu yang menciptakann saya, sebuah hak yang istimewa namun saya abaikan malah berangapan itu adalah sebuah beban.
Manusia apabila dilihat dari langit ketika di atas pesawat sangat tidak ada apa apanya, bahkan dia seperti amuba yang melat lata di atas permukaan luas bumi, benar kata Sang pencipta, manusia hanya bagai debu yang diterbangkan. Sangat tidak punya daya upaya, karena ketika kata "Kun" di ucapkan maka "Fayakun" akan terjadilah apa yang terjadi dan menjadi takdirnya. Hidup dan mati manusia bisa terjadi sekejap ibarat membalikkan telapak tangan saja.
Saya merasa sangat sombong saat ini, ketika menyadari telah melakukan pemberontakan pemberontakkan tidak penting itu setiap hari. Sombong karena ada rasa di hati bahwa Tuhanlah yang butuh akan tunggang tungging saya dalam shalat bukan diri saya, yang Maha Kuasa tidak lah membutuhkannya. Sekali lagi , sesungguhnya saya adalah manusia yang membutuhkannya.
Sangat tidak pantas untuk di tiru dan sangat sangat sebuah produk dari keadaan diri yang tumbuh di dalam masyarakat hedon metropolitan. Sebaik baiknya manusia adalah yang bisa tumbuh berkembang di dalam kolam apapun namun tidak mengikuti arus deras menuju kesesatan di sekitarnya namun tetap mempunyai prinsip diri dalam menjalani hidup sebagai pribadi yang utuh, sebagai dirinya sendiri, makhluk Tuhan yang sudah sepantasnya hidup untuk menghamba kepada sang penciptanya.
Ini adalah kontemplasi untuk diri saya, namun semoga bisa bermakna bagi semua.

"Tulisan diatas Sajadah "
Palmerah Minggu 14 Juni 2009 antara Maghrib dan Isya

6 komentar:

  1. salam sobat lama, baru kita bertemu, wah saya kira sudah ga kembali dari pulau seberang...^_^

    salam pak, semoga kita bisa saling berbagi...

    BalasHapus
  2. Selamat ketemu lg Om Arya... Sy pengen belajar blogger...boleh kan ?

    BalasHapus
  3. hahaha.. jangan terlalu merunduk pak hahaha..nanti ketiban tangga pula ^____^

    salam

    BalasHapus
  4. gak merunduk pak...cum nyeruduk aja...soalnya sy blom bisa masukin menu dan menampilkan blog 3 kolom..

    BalasHapus